JAKARTA – Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa pemerintah tidak akan menghentikan program hilirisasi industri terhadap bahan-bahan mineral. Setelah pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah, pemerintah akan melanjutkan hal serupa untuk bahan mineral lainnya seperti tembaga dan bauksit.
“Hilirisasi tidak akan berhenti. Hilirisasi setelah nikel stop kemudian masuk ke tembaga, ke copper, nanti masuk lagi ke bauksit, dan seterusnya,” Ujar Presiden Jokowi dalam keterangannya di hadapan awak media di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, akhir pekan lalu.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa tidak ada negara maupun organisasi internasional manapun yang bisa menghentikan keinginan Indonesia untuk melakukan hilirisasi. Presiden meyakini bahwa hilirisasi tersebut akanmendongkrak nilai tambah di dalam negeri.
“Memang piapa Pun, negara manapun, organisasi Internasional apapun, saya kira enggak bisa menghentikan keinginan kita untuk industrialisasi, untuk hilirisasi dari ekspor barang mentah ke barang setengah jadi atau barang jadi karena kita ingin nilai tambah ada di dalam negeri,” Tegasnya.
Kepala Negara mencontohkan, saat nikel diekspor dalam bentuk bijih atau bahan mentah, nilai yang diperoleh negara hanya sekitar Rp17 Triliun. Namun, setelah dilakukan hilirisasi dan industrialisasi terhadap produk nikel tersebut, nilainya melonjak menjadi Rp510 triliun sehingga secara otomatis juga meningkatkan pendapatan negara melalui pajak.
“Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp17 Triliun, sama mengambil pajak dari Rp510 triliun gede mana? Karena dari situ—dari hilirasi—kita bisa mendapatkan PPn, PPh Badan, PPh Karyawan, PPh Perusahaan, Royalti, Bea Ekspor, penerimaan negara bukan pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja dari Rp17 triliun sama yang Rp510 Triliun Gede Mana,” Jelasnya.
Jaga Kebijakan Majukan Bangsa
Sementara dalam siaran pers Biro Pers, media, dan informasi sekretariat presiden disebutkan, bahwa dalam pertemuannya bersama sejumlah pemimpin redaksi media nasional yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta, akhir pekan lalu. Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani untuk menjaga kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk memajukan bangsa, di antaranya terkait hilirisasi industri.
“Kedepan saya kira bukan tentang siapa presidennya, yang paling penting menurut saya sanggup enggak (untuk) konsisten terhadap apa yang sudah kita mulai ini, berani enggak, ini butuh keberanian,” Ucap Presiden dalam pertemuan.
Presiden menilai bahwa keberanian dan konsistensi tersebut diperlukan karena tantangan dan tekanan yang dihadapi oleh Indonesia ke depannya akan makin meningkat.
“Nanti butuh yang ke depan karena tekanan-tekanannya menurut saya makin berat—nyali, keberanian. Yang kedua, konsistensi. Konsistensi itu saja sudah karena butuh daya tahan,butuh endurance,” Ucapnya.
Kepala Negara juga menyebut bahwa kebijakan berani yang dilakukan oleh Indonesia seperti hilirisasi industri nantinya akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Presiden juga menyebut tantangan tersebut dapat berdampak terhadap ekonomi nasional sehingga diperlukan konsistensi untuk mempertahankan kebijakan yang telah ada.
Presiden memberi contoh saat organisasi perdagangan dunia atau WTO memenangkan gugatan Uni Eropa soal keputusan Indonesia menyetop skspor bijih nikel. “Kita enggak akan berhenti meskipun digugat,” Tandasnya.
Lebih lanjut presiden meyakini bahwa jika Indonesia bisa konsisten mempertahankan hilirisasi industri dalam beberapa tahun ke depan, maka Indonesia bisa menjadi negara maju.
“Hitungan saya, kalau kita konsisten terus seperti ini dalam kurun 15 tahun, tolong dihitung income per kapita kita akan naik berapa. Saya yakin di atas USD 10.000. artinya sudah masuk ke (Kategori) negara maju karena income per kapita untuk negara maju kan Biasanya di atas USD 11.000,” Ucapnya. (*/jmdn)