Mbah Juh Sang Dukun Lintrik Legendaris (bagian 1)

  • Whatsapp

Banyuwangi, Tidak banyak yang tahu nama lengkapnya. Para tetangga dan orang-orang yang mengenalnya hanya memanggilnya dengan sebutan ‘Mbah Juh’. Sosok Wanita renta itu sudah sangat dikenal sebagai ‘Orang Pintar’ yang menggunakan Kartu Lintrik atau Ceki sebagai media utamanya.

Bagi para pengguna jasa para-normal, namanya sudah sangat dikenal bahkan sampai di luar daerah Banyuwangi. Dukun Lintrik yang Namanya cukup legendaris ini tinggal di sebuah desa di lereng sebelah timur pegunungan Ijen, tepatnya di Desa Licin, Kecamatan Licin, Banyuwangi.

Para tetangga di sekitar tempat tinggalnya sudah sangat paham tentang keseharian Mbah Juh yang berpraktek sebagai Dukun Lintrik. Bahkan ketika ada orang dari luar desa yang datang dan menanyakan rumah Mbah Juh, dengan senang hati warga pun menunjukkannya. Dan warga sudah sangat terbiasa dan paham bila ada mobil yang terparkir di ujung gang kecil yang menuju rumahnya itu adalah mobil tamu yang sengaja datang dari jauh guna meminta bantuan jasanya.

@mamet_ndut

behind the scenes photoshoot “LINTRIK” bersama @budiosing

♬ suara asli – Mamet Ndut – Mamet Ndut

Sosok Wanita renta yang usianya sudah lebih dari 80 tahunan itu hanya tinggal bersama seorang cucu laki-lakinya yang bernama Narso. Si cucu inilah yang seringkali membantu melayani para tamu yang datang kerumahnya, termasuk mempersiapkan berbagai kebutuhan yang akan digunakan untuk ritual ilmu Lintrik untuk membantu para tamunya.

“Tamunya yang tadi dari mana?,” tanya seorang tetangganya kepada Narso ketika melihat sebuah mobil sedan bagus terparkir di ujung gang. “Nggak tahu. Tapi melihat plat nomor mobilnya, pasti dari jauh,” jawab Narso sembari berlalu.

Tidak seperti pemuda tanggung sebayanya yang kebanyakan lebih suka merantau keluar desa untuk mencari kerja ataupun pengalaman lainnya, Narso lebih memilih untuk menemani hidup keseharian Mbah Juh. Bahkan, sang Nenek yang merupakan Ibu dari Bapaknya ini sudah dianggapnya sebagai ibunya sendiri. “Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Dan kakak lelaki saya satu-satunya juga menyusul beberapa tahun kemudian. Jadi ya Mbah Juh ini yang merawat saya sejak saya masih kanak-kanak,” ungkap Narso sembari matanya menerawang.

Sebagai cucu yang sekaligus juga ‘asistennya’, pemuda berusia 20-an tahun itu tentu sudah tahu  banyak tentang sepak-terjang sang Nenek dengan ilmu Lintrik-nya. Meski awalnya merasa tabu dan takut untuk mengungkapkannya, namun akhirnya dia berani bercerita setelah sang Nenek meninggal setahun lalu.

“Hampir setiap hari selalu ada tamu yang datang,” kata Narso mengawali ceritanya. Menurutnya, kebanyakan para tamu yang datang itu berasal dari luar Banyuwangi. “Dari Plat nomor mobilnya saja kan bisa ditebak dari mana mereka. Ada yang Plat B, Plat L, Plat AG, bahkan juga Plat H,” ungkapnya.

(bersambung)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *