JAKARTA – Pembangunan kawasan perbatasan perlu dilakukan dengan menyerap aspirasi daerah-daerah perbatasan. Pasalnya, persoalan dan kebutuhan di masing-masing daerah perbatasan berbeda satu dengan lainnya. Upaya ini dilakukan agar pembangunan berjalanan sesuai dengan kebutuhan setiap daerah.
Pesan tersebut ditegaskan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian pada Rapat Konsultasi DPR RI dengan Pemerintah dengan Agenda Evaluasi dan Pelaksanaan Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2023-2024. Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Rapat Pansus Gedung Nusantara II DPR RI, Senin (10/7/2023).
“Ini kita belanja masalah dari daerah secara bottom up, untuk daerah-daerah provinsi yang 15 dan kabupaten, nanti kita perlu mungkin bertanya kepada mereka, yang mereka perlukan itu apa?” terang Mendagri.
Langkah tersebut kemudian dikolaborasi dengan program nasional, baik dari kementerian, lembaga, TNI, Polri, maupun pihak terkait lainnya. Dengan begitu, pemerintah memiliki desain program yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah perbatasan. Dengan data tersebut, jumlah anggaran yang dibutuhkan juga dapat disesuaikan dengan masalah yang dihadapi.
Komitmen Pemerintah.
Di sisi lain, Menteri Tito selaku Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menekankan komitmen pemerintah dalam mengelola kawasan perbatasan negara. Berbagai upaya seperti pengalokasian dana pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan (BWN-KP) dilakukan pemerintah untuk memajukan daerah perbatasan.
Dikatakannya, pada tahun 2023 pemerintah telah mengalokasikan anggaran pengelolaan BWN-KP sebanyak Rp7,7 triliun yang tersebar di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (Pemda). Anggaran tersebut dialokasikan secara khusus untuk memperkuat kawasan perbatasan, bukan diperuntukan bagi urusan lain.
“Ini (penggunaan anggaran) mungkin memerlukan koordinasi di tingkat pemerintah dan juga dikoordinasi dan pengawasan dari DPR RI,” ujarnya.
Mendagri mengungkapkan, BNPP telah menyusun desain program besar dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Namun, di tingkat eksekusi, terlaksananya desain program tersebut bergantung pada masing-masing program kementerian/lembaga.
Dia menegaskan, Presiden Jokowi menginginkan kawasan perbatasan tidak hanya menyangkut kedaulatan negara, tetapi juga kesejahteraan melalui pemerataan pembangunan. Dengan begitu, masyarakat perbatasan tidak bergantung pada suplai dari negara tetangga. Namun, daerah perbatasan justru bakal menjadi suplasi bagi kebutuhan negara tentangga.
“Sekaligus (membangun) sentra-sentra ekonomi baru yang bisa memperkuat nasionalisme masyarakat di perbatasan dan kalau bisa juga untuk ketahanan nasional,” ujar Mendagri.
Dia menambahkan, pemerintah menargetkan bakal membangun 26 Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Dari target itu, sebanyak 8 PLBN sudah beroperasi, 5 sudah beroperasi tapi belum diresmikan, 3 sedang dibangun, 2 sedang persiapan dibangun, serta 8 lainnya masih tahap perencanaan.
Pendekatan secara top down dapat dilakukan khususnya dalam konteks pertahanan dan keamanan. Hal lainnya yakni berupaya membangun kerja sama dengan negara tetangga seperti yang dilakukan Presiden Jokowi yang belum lama ini berkunjung ke Papua Nugini. Kunjungan tersebut untuk memperkuat pembangunan ekonomi di daerah perbatasan seperti di Papua Selatan dan Papua Tengah.
Karena itu, pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) juga dilengkapi dengan sentra industri atau kawasan ekonomi misalnya berupa pasar. Dengan begitu, produk daerah perbatasan dapat tersebar ke negara tetangga. “Sehingga pembangunan perbatasan ini memiliki dampak yang luas,” tandasnya. (*/jmdn)