JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan, pemilu yang damai adalah tanggung jawab bersama. Pemilu merupakan landmark demokrasi yang melibatkan peran berbagai pihak dan berorkestrasi secara harmonis dalam memilih wakil rakyat. Setidaknya ada lima elemen kunci dalam mewujudkan terlaksananya pemilu yang damai, jujur, adil, dan bermartabat.
“Ada sejumlah elemen yang simultan bergerak sama-sama bertanggung jawab, satu adalah penyelenggara pemilu, KPU dan jajaran, Bawaslu dan jajaran, termasuk pemerintah juga mendukung anggaran dan lain-lain,” katanya pada acara Senandung Pemilu Damai yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Mendagri melanjutkan, elemen kedua yaitu peserta pemilu yang siap menang dan siap kalah. Ketiga, media yang berperan penting dalam memengaruhi publik. Keempat, masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. Pada poin keempat ini, Mendagri menekankan partisipasi masyarakat yang tinggi akan menentukan legitimasi yang kuat dari masyarakat.
“Kemudian yang berikutnya lagi adalah aparat keamanan untuk menjaga situasi keamanan agar tetap terjaga baik. Jadi orkestrasi semua pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan, pesta demokrasi bukan cuma milik pemerintah, tapi milik semua rakyat Indonesia. Acara “Senandung Pemilu Damai” ini dimaksudkan untuk memanjangkan tekad dalam mewujudkan pelaksanaan pemilu damai di lingkup peran masing-masing.
Mahfud menambahkan, tujuan dilaksanakan pemilu salah satunya adalah agar terjadi sirkulasi kepemimpinan. Dalam prosesnya akan ada strategi hingga persaingan yang ketat, hal ini sah tetapi jangan sampai merusak tata kehidupan bernegara. Untuk itu, pemilu yang damai perlu diwujudkan dengan membangun konsolidasi bersama semua pihak. “Ini penting dan kedamaian bersumber dari kita,” tandasnya.
Kawal Pelaksanaan Pemilu 2024
Sementara itu, guna meningkatkan pemahaman dalam berpolitik dan mencegah terjadinya pelanggaran kode etik selama pelaksanaan Pemilu 2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menyiapkan beberapa program strategis.
Hal ini disampaikan Anggota DKPP RI Josef Kristiadi dalam webinar bertajuk “Pemantapan Koordinasi Kesiapan Anggaran Pemilu Serentak Tahun 2024 untuk Menjaga Stabilitas Politik Dalam Negeri”, Selasa (18/7/2023).
Dia menjelaskan, untuk mencegah terjadinya pelanggaran kode etik ada beberapa program strategis yang tengah dilakukan oleh DKPP. Hal itu di antaranya melakukan sosialisasi dan pendidikan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Selain itu, mengintensifkan forum diskusi dengan semua stakeholder pemilu untuk membumikan KEPP, khususnya bagi penyelenggara, peserta, dan pemilih pemilu. Kemudian meningkatkan pendidikan KEPP kepada lembaga penyelenggara pemilu baik di tingkat pusat dan daerah.
“Kita berharap pemilu semakin lama semakin beradab itu program pencegahan juga mau mulai kita tingkatkan ini penting sekali,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Josef memaparkan, DKPP telah menerima 308 aduan pelanggaran KEPP pada tahapan Pemilu 2024. Aduan pelanggaran ini meliputi penerimaan, pemberkasan, dan pelimpahan perkara ke persidangan dalam kurun waktu 14 Juni 2022 hingga 31 Mei 2023.
“Total pengaduan atau pelaporan kode etik penyelengara pemilu pada masa 2024 itu ada sekitar 308 aduan, tapi yang ditangani ada 291 dan yang belum ditangani 17 pengaduan,” ujarnya.
Selain itu, tambah Josef, saat ini sebaran pengaduan masa tahapan Pemilu 2024 banyak terjadi dibeberapa provinsi di Indonesia. Adapun yang tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara dengan 54 aduan, Jawa Barat 30 aduan, dan Aceh 25 aduan.
“Provinsi paling banyak pengaduan ada Sumatera Utara 54 perkara yang saya alami di Kabupaten Nias ini sering kali ada perkara, tapi yang aneh itu Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta sampai sekarang belum ada pengaduan,” jelasnya.
Beberapa kategori pelanggaran KEPP itu di antaranya terjadi kelalaian, tidak melaksanakan tugas, perlakuan tidak adil, adanya pelanggaran hukum, konflik kepentingan, hingga penyuapan. “Ini penyuapan mulai dari uang setumpuk hingga ratusan juta,” paparnya.
Melihat masih ada pelanggaran dan persoalan jelang pelaksanaan Pemilu 2024, dirinya berharap, ke depan berbagai macam persoalan tersebut dapat diselesaikan secara damai dan beradab. Dirinya juga menilai perdebatan yang terjadi di daerah saat ini adalah bukti bahwa proses pendidikan politik secara tidak langsung melalui praktik pemilu masih banyak kekurangan.
“Menurut saya masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kita perlu melakukan sosialisasi dan pendidikan kode etik,” tegasnya.
Dia menambahkan, untuk meningkatkan penerapan kode etik dalam berpolitik diperlukan pelatihan agar penggunaan kode etik ini sesuai dengan maksud dan tujuannya. “Karena semua tahu kode etik tapi kalau tidak dilatih itu tidak bisa,” tambahnya. (*/jmdn)