JAKARTA – Negara Anggota ASEAN, organisasi internasional, dan organisasi masyarakat sipil saling berbagi praktik baik dalam upaya mendukung implementasi perlindungan anak di ranah daring, pada sesi diskusi yang digelar dalam acara ASEAN Regional Dialogue on Child Online Protection 2023. Praktik baik tersebut mencakup kebijakan dan strategi nasional, juga peran dari masing – masing organisasi dalam mendukung perlindungan anak di ranah daring di kawasan ASEAN.
Asisten Deputi Bidang Perumusan Kebijakan Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Muhammad Ihsan pada kesempatan ini turut berbagi praktik baik yang dilakukan Indonesia dalam upaya perlindungan anak di ranah daring, salah satunya penyusunan Peta Jalan Nasional terkait Child Online Protection (COP)/ perlindungan anak di ranah daring, sekaligus penyusunan Peraturan Presiden.
“Dalam menyikapi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dunia maya, khususnya ancaman kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, salah satu upaya yang dilakukan yaitu menyusun Road Map/Peta Jalan Nasional terkait Child Online Protection (COP). Peta Jalan tersebut bertujuan sebagai referensi bagi kementerian/lembaga/pemerintah daerah dalam memasukkan kebijakan, tugas, dan tindakan sektoral untuk melindungi anak secara online dalam masing – masing dokumen perencanaan pembangunan,” ujar Ihsan, pada Rabu (27/9).
Menurut Ihsan, terdapat 3 (tiga) strategi dalam Peta Jalan ini. Strategi pertama, yaitu Pencegahan, yang mencakup mitigasi risiko dan pengurangan kerentanan. Strategi kedua, yaitu Kolaborasi, mencakup pengembangan kemitraan dan kerjasama internasional. Strategi yang ketiga, yaitu Respon dan Pelayanan, yang mencakup penguatan sistem hukum, serta perlindungan dan bantuan korban. Selain itu, juga mendorong partisipasi masyarakat dalam hal perencanaan, pendampingan, pelaporan, pemantauan, advokasi, dan perumusan kebijakan.
“Untuk menciptakan dunia online yang lebih aman bagi anak-anak, perlu memperhatikan beberapa hal, seperti memastikan keberadaan undang-undang, peraturan dan kebijakan, mengontrol faktor risiko dan memperkuat nilai, norma, dan praktik kehidupan digital, memastikan kesadaran, komitmen dan tanggung jawab dari semua pemangku kepentingan, memastikan ketersediaan, aksesibilitas, serta kualitas perlindungan dan pelayanan terhadap anak, mempromosikan literasi digital dan kesadaran akan bahaya di kalangan orang tua, guru, orang dewasa dan perlindungan diri anak, dan menciptakan lingkungan digital yang aman, termasuk kualitas pengasuhan dari orang tua,” ujar Ihsan.
Sementara itu, Technical Advisor to YB Minister in the Prime Minister’s Department Malaysia, Jing Rou Loh mengatakan untuk memerangi kejahatan seksual terhadap anak, beberapa inisiatif telah diambil oleh negara Malaysia, diantaranya Sexual Offenses Against Children Act 2017 [Act 792], Sexual Crimes Against Children Court Children established in 2017, Special Guidelines for Handling Cases of Sexual Offenses Against Children, Establishment of Malaysian Internet Crime Against Children (MICAC) D11 investigation unit, Royal Malaysian Police in 2018, dan Expansion of Child Interview Centres (CIC).
Negara Anggota ASEAN lainnya yang turut berbagi praktik baik diantaranya Filipina, Vietnam, dan Cambodia. Tidak hanya dari Negara Anggota ASEAN, dalam sesi ini berbagai organisasi internasional dan organisasi masyarakat sipil juga turut berbagi terkait bagaimana peran mereka dalam mendukung perlindungan anak di ranah daring di kawasan ASEAN, seperti Aman Project dari ECPAT dan Meta, Google, Sejiwa Foundation, Child Rights Coalition (CRC) Asia, dan ASEAN Disability Forum.
“Perlindungan anak online dapat melibatkan kontribusi dari penyandang disabilitas juga, dan saya di sini untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas juga dapat dilibatkan di dalam upaya – upaya ini,” tutur Anggota ASEAN Disability Forum, Lim Puay Tiak.
Sebelumnya, pada 26 September 2023, telah diselenggarakan sesi diskusi panel yang membahas hak – hak anak dalam lingkungan digital, dan perkembangan terkini perlindungan anak online di tingkat Negara dan Regional. Turut hadir dalam sesi tersebut, Forum Anak Nasional dan Alumni ASEAN Children’s Forum (ACF) Indonesia 2022, yang mengatakan bahwa anak-anak sendiri telah menyatakan keprihatinan besar mengenai keselamatan mereka saat mengakses online, dan telah mengambil tindakan, baik untuk diri mereka sendiri maupun dalam bentuk suara dan advokasi kepada orang tua, guru, dan pemerintah.
Pada sesi diskusi perkembangan terkini perlindungan anak online di tingkat Negara dan Regional, Sekretariat ASEAN menjelaskan bahwa terdapat sejumlah produk, instrumen, inisiatif dan rencana legislatif di ASEAN. Selain itu, Kamboja menyampaikan telah membuat komitmen kuat dan terlibat dalam kemitraan global, Laos mengakui pentingnya mengintegrasikan kerangka COP dan memulai survei sebagai dasar untuk mengembangkan aksi nasional dan kolaborasi internasional, Myanmar mengadakan pertemuan secara rutin dengan komite anak, pekerja sosial, dan pemangku kepentingan lainnya, serta Vietnam yang menyampaikan upaya-upaya sedang dilakukan seperti melakukan pendidikan dan komunikasi, penerapan langkah-langkah teknis dan teknologi, serta memperkuat struktur organisasi dan meningkatkan kapasitas penegakan hukum. (*/jmdn)