Hulu Sungai Tengah, Kalsel, 17/1 (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Pemkab HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) menyebutkan petani cabai meraup untung cukup besar dari hasil penjualan yang mengalami kenaikan harga saat musim cuaca ekstrem hujan dan banjir.
“Kenaikan harga cabai ini akan berpengaruh terhadap inflasi. Untuk besaran pengaruhnya itu nanti terdata pada Februari,” kata Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) HST Irfan Sunarko di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Jumat (17/1/2025).
Dia menyebutkan sesuai laporan informasi harga bahan pokok (Bapok) Kabupaten HST, harga cabai bulan lalu di rata-rata Rp40.000 per kilogram, kali ini di pasaran mengalami kenaikan cukup tinggi.
“Harga per kilogram dalam sepekan terakhir, yakni cabai rawit tiung berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp80 ribu, cabai merah besar Rp65 ribu hingga Rp80 ribu, cabai merah keriting Rp55 ribu hingga Rp70 ribu, cabai rawit lokal Rp100 ribu hingga Rp120 ribu,” ujarnya.
Kemudian, cabai rawit hijau antara Rp50 ribu hingga Rp85 ribu, cabai rawit taji antara Rp60 ribu hingga Rp75 ribu. Naiknya harga komoditas cabai ini dipengaruhi terjadinya gagal panen dan ada terjadi banjir yang dipicu oleh faktor cuaca.
Salah satu petani cabai di Desa Palajau, Muslih, mengatakan selama beberapa hari terakhir harga cabai jenis tiung di tingkat petani cukup tinggi berkisar Rp60 ribu hingga Rp70 ribu per kilogram, dia sudah panen selama sepekan terakhir.
“Kemarin memanen sebanyak 120 kilogram dan dijual di tingkat petani dengan harga Rp66 ribu per kilogram, sebelumnya berada di bawah Rp50.000,” tuturnya.
Muslih menjelaskan hasil tersebut didapat dari tanaman cabai sebanyak 2.600 batang dan masih dalam masa produktif panen. Bahkan, dia mempekerjakan empat hingga lima orang agar mempercepat proses panen.
Meskipun mendapat untung cukup banyak, kata dia, namun banyak tantangan yang dirasakan bersama petani cabai lainnya saat panen, curah hujan yang cukup tinggi terkadang memicu berbagai penyakit pada tanaman sehingga harus melakukan perawatan secara berkala.
“Selalu disemprot dengan berbagai obat dan berkonsultasi dengan penyuluh. Selain itu, rawan kemalingan karena harga yang cukup tinggi sehingga harus selalu dijaga kebunnya,” ujar Muslih. (ANTARA/Tumpal Andani Aritonang)