JEMBER, 4/3 (JMDN) – Bubur Sengkolo, hidangan berbuka puasa berbahan dasar beras ketan, gula merah, dan santan, menjadi favorit masyarakat Jember setiap Ramadan. Selain memiliki cita rasa yang manis, gurih, dan lezat, bubur ini juga memiliki nilai tradisi yang kuat.
Salah satu warga yang masih mempertahankan tradisi membuat Bubur Sengkolo adalah Vita, warga Jalan Sumatra, Jember. Setiap hari, ia memproduksi ratusan bungkus bubur untuk memenuhi pesanan pelanggan, baik perorangan maupun dari lembaga dan komunitas. Bubur ini dijual seharga Rp10.000 per bungkus dan banyak diminati masyarakat sebagai menu pembuka sebelum menikmati makanan berat saat berbuka puasa.
“Bubur Sengkolo ini dibuat dari beras ketan yang dimasak dengan gula merah dan rempah-rempah hingga menghasilkan rasa yang khas. Setelah matang, bubur ini dikemas dalam plastik dan diberi daun pandan agar lebih menarik,” ujar Vita.
Pembuatan Bubur Sengkolo dilakukan dengan cara tradisional. Campuran beras ketan dan gula merah dimasak dalam panci besar dengan api menyala, kemudian diaduk hingga matang. Setelah itu, bubur dikemas dan siap dijual. Selain untuk konsumsi pribadi, bubur ini juga banyak dipesan melalui layanan online.
Dalam tradisi Jawa, Bubur Sengkolo dipercaya memiliki makna filosofis, yaitu sebagai makanan yang mampu meringankan energi negatif yang menyelimuti manusia. Dengan demikian, masyarakat yang mengonsumsinya diyakini dapat menjalankan ibadah puasa dengan lancar tanpa hambatan.
Bagi warga Jember, Bubur Sengkolo bukan sekadar hidangan berbuka puasa, tetapi juga bagian dari tradisi yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi. (JMDN/bbg)