TAJI, LAMONGAN, 31/3 (JMDN) – Menjelang Hari Raya Idul Fitri, tradisi nyekar atau ziarah kubur masih menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Desa Taji. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada para leluhur dengan cara mendoakan serta memohonkan ampunan. Selain berdoa, para peziarah juga membersihkan makam dari rumput liar dan menaburkan bunga sebagai tanda penghargaan terhadap jasa-jasa leluhur yang telah mendahului.
Nyekar bukan sekadar kegiatan ziarah, tetapi juga simbol keterhubungan antar generasi di masyarakat Desa Taji. Tradisi ini mempererat ikatan kekeluargaan dan nilai gotong royong yang terus dijunjung tinggi oleh warga desa. Para peziarah yang umumnya datang bersama keluarga juga mengenalkan makam para leluhur kepada anak-anak mereka agar hubungan spiritual dengan yang telah meninggal tetap terjalin melalui doa.
Suasana di kompleks pemakaman umat Islam Desa Taji menjadi lebih ramai dengan banyaknya peziarah yang datang, baik dari dalam desa maupun luar desa. Mereka yang berasal dari luar desa umumnya masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, sehingga tradisi ini semakin mempererat silaturahmi antar keluarga dan sesama warga.
Kepala Desa Taji, M. Sultoni, menegaskan pentingnya pelestarian tradisi nyekar sebagai bagian dari budaya yang diwariskan turun-temurun. Ia berharap tradisi ini dapat semakin mempererat ikatan kekeluargaan serta membangun rasa persaudaraan di antara warga desa.
“Nyekar bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga sebagai pengingat agar kita selalu menjaga hubungan baik dengan keluarga dan terus mendoakan leluhur kita,” ujar M. Sultoni dalam sambutannya.
Dengan tetap mempertahankan tradisi nyekar, masyarakat Desa Taji tidak hanya menjaga nilai-nilai luhur penghormatan kepada leluhur, tetapi juga memperkuat kebersamaan, silaturahmi, dan semangat gotong royong yang terus hidup di tengah masyarakat. (JMDN/bbg/rst)
