Tulungagung, Jatim, 24/1 (ANTARA) – Warga Tionghoa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (24/1/2025), menggelar ritual tradisi ayak abu hio yang selama ini tersimpan dalam kendi-kendi besar di Kompleks Klenteng TITD Tjoe Tik Kiong, Tulungagung.
Bagi warga Tionghoa atau keturunan Tionghoa, tradisi ayak abu dimaknai sebagai ritual menyucikan diri dan lingkungan, lebih tepatnya upaya membersihkan energi negatif yang melekat sepanjang tahun sebelumnya menyambut keberuntungan pada tahun baru.
“Kalau tujuannya untuk bersih-bersih. Kalau dewa sudah naik ke nirwana, kita baru bersih-bersih,” kata Ketua Bioma Tempat Ibadah Tri Dharma (TOTD) Tjoe Tik Kiong Tulungagung, Tjio Jing Jing di Tulungagung.
Ayak abu dilakukan dengan membersihkan sisa abu dupa dan lilin dari altar leluhur, tempat ibadah, atau rumah.
Jing-jing menjelaskan tradisi tersebut selalu dilakukan setelah dewa-dewa kembali ke nirwana. Selain ayak abu, masyarakat juga membersihkan rumah, altar, dan patung dewa-dewi sebagai simbol menyambut keberkahan.
Tradisi ini sering disertai doa bersama, pemasangan dekorasi berwarna merah, serta pemberian angpao sebagai bentuk berbagi kebahagiaan. “Ayak abu sudah menjadi tradisi tahunan menjelang Imlek,” ujarnya.
Di Klenteng Tjoe Tik Kiong, terdapat 12 altar yang diayak abunya. Abu halus dari dupa dikumpulkan kembali dalam wadah, sedangkan sisa batang dupa dibuang.
Sebagian warga memanfaatkan abu dupa untuk pengobatan, meski penggunaannya harus melalui izin dewa.
“Izin dewa diperlukan. Jika dewa mengizinkan dan yang meminta yakin, abu tersebut bisa digunakan sebagai obat,” jelasnya.
Bagi masyarakat Tionghoa, tradisi ayak abu bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi juga momentum spiritual untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga, leluhur, dan lingkungan. Dengan semangat tradisi ini, kata dia, Imlek diharapkan membawa kedamaian, kemakmuran, dan keberuntungan bagi semua. (ANTARA/Destyan H. Sujarwoko)