Balikpapan, 31/1 (ANTARA) – Siapa sangka, kawasan hutan bambu yang dulunya terbengkalai menjelma menjadi oasis penghidupan bagi masyarakat setempat. Itu tidak lain berkat semangat membangun yang tumbuh di tepian Waduk Manggar, Balikpapan.
Tujuan wisata itu muncul berkat kegigihan dan semangat gotong royong di tengah himpitan pandemi yang meluluhlantakkan sendi-sendi ekonomi beberapa tahun lalu.
Itulah Bamboe Wanadesa, sebuah ekowisata yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kisah inspiratif tentang kebangkitan dan solidaritas.
Perjalanan menuju Bamboe Wanadesa melewati jalan Soekarno Hatta Kilometer 13, Balikpapan, kemudian menyusuri Jalan Jaya Giri sejauh 2,5 kilometer hingga tiba di Kampung Pati. Di ujung kampung, hamparan bambu menjulang tinggi, menyapa langit dengan anggun, menjadi penyejuk mata.
Di bawah naungan bambu-bambu yang rapat, dermaga kayu terhampar menyambut para pengunjung. Kapal-kapal bambu beratapkan seng merah, siap mengantarkan mereka menyusuri keindahan Waduk Manggar. Suara riak air dan kicauan burung pun berpadu harmonis, ampuh sebagai penawar pikiran yang merindukan ketenangan.
Bamboe Wanadesa bukan sekadar destinasi wisata biasa. Ia lahir dari semangat juang masyarakat Kampung Pati yang pantang menyerah di tengah badai pandemi.
Ketika PHK massal melanda dan roda perekonomian lumpuh akibat pandemi, mereka tidak tinggal diam. Lahan seluas tujuh hektare yang terbengkalai, disulap menjadi sumber penghidupan baru.
Murdianto, inisiator Bamboe Wanadesa, mengenang masa-masa sulit tersebut. “Bambu-bambu ini ditanam sejak 2014 oleh P3E Balikpapan, tapi baru tahun 2020 kami mulai menggarapnya menjadi tempat wisata,” ujarnya.
Dengan dana swadaya yang terkumpul sedikit demi sedikit, mereka membangun jalan setapak, saung-saung bambu, dan berbagai spot foto yang menarik. Waktu itu jalannya masih tanah, jika hujan pun becek. Sekarang jalan tersebut sudah rapi dengan paving blok.
Pesona Bamboe Wanadesa
Bamboe Wanadesa menawarkan berbagai daya tarik yang memikat. Pengunjung dapat menikmati suasana asri di bawah rindangnya bambu, berfoto di sudut-sudut yang instagram benget, atau menyusuri Waduk Manggar dengan perahu yang juga dari bambu.
“Tarif naik kapal hanya Rp10.000 per orang,” kata Ferdianto, pengelola Bamboe Wanadesa.
Uang tersebut mereka gunakan untuk perawatan kapal dan membersihkan waduk dari gulma. Selain perahu yang dikelola warga, terdapat juga tiga kapal kecil dari CSR Bank Indonesia yang siap siaga untuk keadaan darurat.
Bamboe Wanadesa bukan hanya tentang keindahan alam, tetapi juga tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan konsep “dari warga untuk warga”, setiap rupiah yang dihasilkan dikelola kembali untuk pengembangan destinasi dan kesejahteraan warga. “Pendapatan kami bisa mencapai Rp20 juta per bulan,” ungkap Ferdianto.
Dana tersebut digunakan untuk perawatan fasilitas, biaya listrik, kebersihan, dan pengembangan destinasi. Bamboe Wanadesa juga menyediakan lapak-lapak bagi UMKM dengan tarif sewa yang terjangkau, sehingga menciptakan efek domino positif bagi perekonomian lokal.
Dipuji Presiden
Keberhasilan Bamboe Wanadesa telah menarik perhatian banyak pihak, termasuk Presiden kala itu, Joko Widodo. Pada Februari 2023, Jokowi mengunjungi Bamboe Wanadesa dan menyerahkan SK Perhutsos dan SK TORA, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap upaya pelestarian hutan dan pemberdayaan masyarakat.
Tak luput, turis asing juga pernah berkunjung ke Bamboe Wanadesa, selain untuk berlibur juga melakukan penelitian terhadap manfaat bambu terhadap manusia.
Meskipun telah meraih prestasi, Bamboe Wanadesa tidak berhenti berinovasi. Mereka terus berupaya meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas, serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk KPHL.
“Kami berharap ada dukungan lebih lanjut dari pemerintah, khususnya Dinas Pariwisata, agar Bamboe Wanadesa dapat berkembang lebih pesat lagi,” kata Ferdianto.
![](https://mediadesa.co.id/wp-content/uploads/2025/01/IMG-20250131-WA0041-2.jpg)
Keterlibatan masyarakat
Berawal dari sebuah gambaran kecil, kini Bamboe Wanadesa menjelma menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi. Dengan tiket masuk yang terjangkau, Rp 8.000, termasuk parkir, pengunjung dapat menikmati keindahan alam dan berbagai fasilitas yang tersedia.
Saung-saung dengan berbagai ukuran dapat disewa untuk bersantai, mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 200.000. Tak hanya itu, Bamboe Wanadesa juga menjadi surga bagi para pelaku UMKM. Dengan membayar Rp 10.000 per lapak, mereka dapat menjajakan berbagai produk, mulai dari makanan hingga kerajinan tangan.
Keunikan Bamboe Wanadesa juga menjadikannya lokasi favorit untuk pemotretan prewedding. Dengan tarif yang dapat dinegosiasikan, pasangan yang akan menikah dapat mengabadikan momen bahagia mereka di tengah keindahan alam yang mempesona.
Pengelolaan Bamboe Wanadesa dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat lokal. Mengusung konsep ekonomi dari warga untuk warga.
Setiap bulan, Bamboe Wanadesa mampu meraup pendapatan lebih dari Rp 20 juta.
Semangat gotong royong juga menjadi kunci keberhasilan Bamboe Wanadesa. Masyarakat bahu-membahu membersihkan danau, merawat fasilitas, dan menjaga kebersihan lingkungan.
![](https://mediadesa.co.id/wp-content/uploads/2025/01/IMG-20250131-WA0040-2.jpg)
Dukungan pemda
Dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga turut andil dalam pengembangan Bamboe Wanadesa.
Pemerintah provinsi berkomitmen untuk berkomunikasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) setempat guna menjaga kebersihan sumber air di kawasan tersebut. Sehingga terawat dan terjaga kebersihan sumber air di kawasan ini.
Pengembangan kawasan hutan diperlukan agar Kaltim yang sebagian wilayahnya diplot sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN) memiliki banyak pilihan objek wisata.
Bamboe Wanadesa merupakan bagian dari Kawasan Hutan Lindung DAS Manggar. Kawasan Hutan Bamboe binaan Dinas Kehutanan Kaltim dengan luas kawasan 400 hektare.
Bamboe Wanadesa bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga sebuah simbol kemandirian dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan keindahan alam, semangat gotong royong, dan dukungan pemerintah, Bamboe Wanadesa menjadi inspirasi bagi pengembangan wisata berkelanjutan serta siap menyambut era baru sebagai bagian dari Ibu Kota Nusantara.
Dari lahan terbengkalai, ia menjelma menjadi destinasi wisata yang menghidupi masyarakat, sekaligus menjadi simbol ketangguhan dan harapan di tengah tantangan.
Cerita Bamboe Wanadesa adalah inspirasi bagi semua bahwa dengan kreativitas dan kerja sama dapat membangun ekonomi yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat.
Bamboe Wanadesa adalah simfoni alam yang mengalun merdu, mengiringi langkah menuju masa depan yang lebih baik dari Kaltim untuk Nusantara. (ANTARA/Ahmad Rifandi – Muhammad Solih Januar)