Wacana Revisi KUHAP, Akademisi Soroti Pentingnya Sinergi Antara Penegak Hukum

  • Whatsapp

Jember, 2/2 (JMDN) – Wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan praktisi hukum.

Dalam talk show bertajuk “R-KUHAP: Kolaborasi atau Kompetisi Antar Penegak Hukum?” yang diselenggarakan oleh salah satu radio ternama di Kabupaten Jember, Sabtu (1/2/2025), Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember, Eddy Mulyono, S.H., M.Hum., menyoroti berbagai aspek penting dalam revisi ini.

Menurut Eddy Mulyono, sumber hukum utama dalam penyusunan R-KUHAP merujuk pada UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang telah mengalami dua kali perubahan. Dalam undang-undang tersebut, ditegaskan bahwa pembentukan regulasi harus melalui lima tahapan, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan perundangan.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) saat ini terdapat 176 Rancangan Undang-Undang (RUU), di mana 41 di antaranya masuk dalam daftar prioritas.

“Jika saya perinci secara kontekstual dalam pembahasan R-KUHAP ini, kita perlu melihat bagaimana revisi ini berkontribusi dalam memperkuat sistem hukum dan penegakan keadilan di Indonesia,” jelasnya.

Dalam diskusi tersebut, ia juga menekankan pentingnya sinergi antarpenegak hukum agar revisi KUHAP dapat berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

“Dalam sistem hukum yang ideal, sinergi-kolaborasi antara aparat penegak hukum menjadi kunci utama. Namun, jika revisi KUHAP ini justru menimbulkan persaingan atau kompetisi tidak sehat, maka perlu dikaji ulang agar tidak berdampak negatif terhadap proses peradilan,” tambahnya.

Eddy Mulyono menegaskan bahwa aspek hukum tata negara harus menjadi pedoman utama dalam revisi KUHAP agar tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan konstitusionalisme.

“Sistem peradilan yang efektif harus didukung dengan peraturan yang jelas dan tegas, namun tetap memberikan ruang bagi kolaborasi antar lembaga hukum,” ujarnya.

Ia berharap bahwa revisi KUHAP dapat menjadi umbrella provision atau ketentuan payung yang akan diikuti oleh undang-undang sektoral, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antarpenegak hukum.

“Para pemangku kebijakan harus mempertimbangkan berbagai masukan dari akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat agar revisi ini dapat mencerminkan kebutuhan hukum yang lebih baik di masa mendatang,” pungkasnya.

Dengan adanya pembahasan ini, diharapkan revisi KUHAP dapat memperkuat sistem hukum di Indonesia serta menciptakan mekanisme peradilan yang lebih efektif dan transparan. (JMDN/ bbg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *